Kamis, 23 Juli 2009

GARIS KEBIJAKAN DKR - HASIL MUKERNAS DKR I


GARIS KEBIJAKAN DKR - HASIL MUKERNAS DKR I

TAMAN MINI INDONESIA INDAH JAKARTA 1 JULI 2009


Situasi Kesehatan Nasional
ADU KUAT ANTARA 
PRO RAKYAT VERSUS ANTI RAKYAT 



Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) pertama ini dilakukan dengan latar belakang Pandemi Global Flu Babi dan persolan-persoalan di dalam negeri. Situasi kesehatan nasional saat ini sangat ditentukan oleh tarik menarik antara kepentingan pro-rakyat dan kepentingan anti rakyat. Beberapa faktor utama yaitu pemerintah, rakyat, pemilik modal dan pengaruh situasi kesehatan internasional ikut menentukan dalam tarik menarik kepentingan tersebut. Persoalan-persoalan kesehatan muncul, tergantung dominasi secara bergantian faktor-faktor di atas.

Selama 4 tahun kebelakang, pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah lebih banyak mengambil peran mengatur sektor kesehatan, setelah pada dekade-dekade sebelumnya lebih banyak sangat ditentukan oleh pemilik modal.

Dominasi peran Departemen Kesehatan ini tidak terlepas dari bangkitnya kesadaran rakyat terhadap persoalan-persoalan yang berhubungan erat dengan kesehatan, kesakitan dan kematian. Hal yang lain ikut menentukan adalah, kepemimpinan disektor kesehatan yang berhasil menanamkan prinsip keberpihakan pada (pro) rakyat sebagai syarat utama dalam pelayanan kesehatan. Syarat Pro-rakyat tidak hanya sekedar tercantum dalam 5 nilai utama kerja Departemen Kesehatan , namun menjadi penjuru yang kuat menentukan kebenaran dari kebijakan dan pelaksanaannya. Untuk mengukurnya tidaklah sulit, karena program-program departemen ini dapat dirasakan langsung saat ini.

BLU dan RUU Rumah Sakit
Beberapa kebijakan Departemen Kesehatan secara signifikan telah menunjukkan secara jelas orientasi kesehatan Indonesia,-- yaitu pada kepentingan rakyat secara optimal. Penetapan rumah sakit pemerintah sebagai Badan layanan Umum (BLU) telah mematahkan skenario penjualan atau swastanisasi rumah-rumah sakit milik publik tersebut. Rencana swastanisasi yang melibatkan modal luar negeri ini dapat digagalkan dengan kebijakan BLU. Tentu saja hal ini mengganggu kepentingan pemilik modal dan menyebabkan perlawanan. Namun atas dukungan rakyat semua anasir yang masih berkeinginan menjual rumah-rumah sakit secara bertahap dapat dipatahkan. Beberapa yang tersisa hanya tinggal menunggu waktu untuk angkat kaki.

Untuk memperkuat kebijakan rumah sakit BLU, Departemen Kesehatan juga telah menerbitkan RUU RS yang akan menertibkan peran rumah-rumah sakit swasta dan pemerintah agar benar-benar dapat melindungi pasien. Pentingnya Undang-undang ini semakin nyata setelah munculnya kasus Prita Versus Rumah Sakit Omni Internasional belakangan ini. Sehingga DPR yang berusaha untuk menghalang-halangi terbitnya UU ini harus marathon menyelesaikan UU ini sebelum massa jabatan berakhir. 

Kontrol Harga Obat
Penurunan dan kontrol terhadap harga obat menjadi kebijakan dasar di awal 2005 dan 2006. Penurunan harga obat adalah pertama kali dalam sejarah republik ini berdiri . Penurunan harga obat ini dilakukan untuk memastikan keterjangkauan rakyat terhadap akses obat-obatan. 
Upaya pemerintah menurunkan harga obat generik, mendapat tanggapan positif dari Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi. Ini membuktikan bahwa negara mempunyai kekuatan untuk mengatur kepentingan modal, bukan sebaliknya.  
Selanjutnya kemudian diikuti dengan kebijakan obat seribu pada tahun 2007. Produksi dan distribusi obat ini secara masif telah membuat panik perusahaan obat besar. Beberapa kapitalis yang takut bersaing secara curang dengan memborong obat seribu ini. Sehingga obat ini hilang dari masyarakat dalam kurun tertentu

Bersamaan dengan itu Departemen Kesehatan menjalankan program apotik rakyat. Selama ini apotik bermodal besar memonopoli penjualan obat. Dengan kebijakan obat seribu.  

Belakangan adalah penertiban registrasi obat lewat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 1010/MENKES/ PER/XI/2008 tentang pembatasan distribusi obat. Permenkes ini mengharuskan semua obat yang dijual di Indonesia diproduksi di dalam negeri. Menkes menyatakan peraturan tersebut dibuat untuk mengembalikan fungsi PBF (pedagang besar farmasi) agar tidak mengimpor obat.

Kebijakan ini memukul pada distributor dan pedagang obat yang selama ini menjadi perantara antara pabrikan dan pasar di dalam negeri, tanpa memberikan kontribusi ekonomi yang berarti.  

Dengan demikian impor obat dibatasi oleh negara.Reaksi berupa tekanan dari industri farmasi asing mengecam kebijakan Menteri Kesehatan RI. Terutama dari datang dari negara-negara yang selama ini memasok obat-obatan ke Indonesia. 

Selain itu Departemen Kesehatan telah berhasil mengembalikan fungsi BPOM yang semula melayani kepentingan bisnis kembali menjadi lembaga yang bertugas memastikan kelayakan obat dan makanan yang berorientasi keamanan rakyat konsumen. Kebijakan pada obat-obatan ini telah secara signifikan menyingkirkan dominasi industri obatan-obatan dan mafia nya yang telah puluhan tahun berkuasa di dunia kesehatan Indonesia. 

Jamkesmas
Untuk pertama kalinya pemerintah Indonesia melaksanakan kewajibannya menjamin kesehatan rakyat, sehingga 76,4 juta rakyat harus mendapatkan pelayanan kesehatan cuma-cuma, untuk segala penyakit, pada ribuan puskesmas dan rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia. Program ini memberikan kepastian pendanaan pada rumah-rumah sakit pemerintah. Hambatan yang signifikan pada program ini justru datang dari pemerintah-pemerintah daerah yang tidak menyelesaikan pendataan orang miskin secara benar dan menterlantarkan orang-orang miskin yang tidak terdata dalam program Jamkesmas. Beberapa pemerintah daerah justru menyerap dana Jamkesmas di rumah sakit sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga mempersulit pelayanan kesehatan rumah sakit.

Sejak awal pendataan orang miskin PT ASKES tidak melakukan pendataan secara benar. Pendataan secara langsung diganti dengan pengumpulan data orang miskin lewat pemanfaatan rantai birokrasi dari bupati dan walikota, camat, lurah dan desa sampai RT/RW. Akibatnya tidak semua orang miskin terdata dan mendapatkan kartu jamkesmas.

Pada perkembangannya setiap pemerintah daerah membuat program Jamkesda dengan alasan untuk melayani orang miskin yang tidak tercover dalam Jamkesmas. Jamkesda tidak lain adalah alat untuk memanipulasi keuangan APBD atas nama orang miskin.

Berbagai penyimpangan secara terang-terangan menentang program Jamkesmas justru dilakukan oleh pemerintah daerah. Bahkan atas nama otonomi daerah, pemerintah dan DPRD DKI Jakarta memastikan menolak pemberlakuan Jamkesmas bagi penduduk miskin di Jakarta. DKI memilih memakai APBD untuk ”mengelola” jaminan kesehatan rakyat miskinya. Di Papua dan Papua Barat, walaupun Menteri Kesehatan telah membebaskan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat di tanah Papua, pemerintah setempat masih saja mengadakan program Jamkesda dengan alasan untuk menanggung orang miskin yang tidak ditangani Jamkesmas.

Desa Siaga dan DKR
Pemberdayaan masyarakat menjadi penopang utama dibidang kesehatan. Pembangunan 78 ribu desa siaga di seluruh Indonesia muara dari semua pemberdayaan masyarakat. Desa-desa siaga berperan secara aktif memastikan kesehatan lingkungan, kesehatan rakyat, dan menyiapkan masyarakat menghadapi bencana alam dan penyakit. Pembangunan desa-desa siaga ini juga yang mendorong berdirinya sebuah DEWAN KESEHATAN RAKYAT pada bulan Maret 2008 lalu. Keberadaan DEWAN KESEHATAN RAKYAT ini disambut oleh masyarakat luas sebagai alat untuk memastikan pelayanan kesehatan pada dirinya dari tingkat desa, puskesmas, rumah sakit sampai ditingkatan kota kabupaten dan propinsi. Dipihak lain, tentu saja hal ini mengganggu praktek percaloan di rumah sakit dan birokrasi pemerintah, menakutkan bagi para anasir-anasir anti rakyat yang selama ini hidup dari penderitaan rakyat miskin yang sakit. 

Pandemi Global !
Situasi dinamis dari dalam negeri ini belakangan menghadapi tantangan dari luar yaitu wabah flu H1 N1 Baru – Strain Mexican, atau yang dikenal dengan flu babi.
Belum selesai dunia menghadapi ancaman virus H5 N1 (flu burung), kini flu babi menyerang berbagai belahan dunia yang berawal dari Meksiko, Amerika, Eropa, Jepang, Cina dan Australia. “Dunia menghadapi Pandemi Global !” Demikian Direktur General WHO, Margareth Chan mengumumkan pada awal Juni 2009 lalu. Penetapan interasional ini ikut mempengaruhi Indonesia.

Hingga akhir Juni 2009 Jumlah kasus flu H1N1 (flu babi) terus bertambah. 
Menurut data terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu (24/6/2009), hingga kini telah tercatat 52.160 kasus flu H1N1 di dunia. Dari jumlah itu telah dilaporkan setidaknya 231 kematian.

Kasus terbanyak di dunia saat ini masih terjadi di Amerika Serikat (AS) dengan 21.449 kasus termasuk 87 kematian. Kasus terbanyak kedua di dunia juga masih terjadi di Meksiko dengan 7.624 kasus termasuk 113 kematian. Diikuti kemudian dengan Kanada yang telah melaporkan setidaknya 5.710 kasus termasuk 20 kematian. Pandemi flu babi ini merupakan yang pertama kali dalam kurun waktu 40-41 tahun. Belum jelas sampai berapa lama pandemi flu ini akan berlangsung. Namun WHO telah mengingatkan bahwa pandemi flu bisa saja berlangsung satu atau dua tahun lamanya.

Bukan suatu kebetulan, flu babi muncul dan menyerang dunia ketika krisis global sedang melanda dunia sejak 2008 lalu. Saat itu media massa masih dipenuhi laporan-laporan krisis keuangan global, kejatuhan industri perbankan, asuransi, perumahan, hingga otomotif. Gambaran suram dan kerusuhan melanda negara sejahterah Amerika dan dan sebagian negara di benua Eropah. Sesuatu yang biasanya hanya terjadi dinegeri-negeri miskin. Tentu saja kemunculan flu babi di Meksiko semakin memperparah krisis ekonomi dunia. 

Sejak awal, flu babi sudah menteror investor, yang khawatir dengan terganggunya mobilitas ekonomi internasional, sehingga membuat harga saham maskapai penerbangan anjlok. Kalangan pengamat pun teringat dengan ambruknya industri penerbangan komersil saat mewabahnya penyakit pernafasan akut (SARS) di Asia dan beberapa di luar kawasan itu, diantaranya Kanada, pada tahun 2003.  

WHO sempat membentuk tim untuk menyelidiki dugaan terhadap virus H1 N1 baru strain meksiko ini dibuat dilaboratorium,--- bukan berasal dari babi. Hingga saat ini seperti halnya flu burung, flu babi tidak memiliki asal usul yang jelas. Kecurigaan sebagai rekayasa virus tinggal menunggu pembuktian yang lebih lengkap. 
 
Sebelumnya Indonesia telah mewanti-wanti tentang kemungkinan H1 N1 ini buatan manusia, karena sampai saat ini tidak ada bukti virologis virus itu berasal dari babi dan tiba-tiba saja ada di tubuh orang meksiko 

Walau demikian Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari tetap mengingatkan agar masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan terhadap pandemi global yang di canangkan oleh WHO, meski demikian rakyat tetap harus waspada. Kenyataannya,-- angka kematian flu babi hanya 0,5%. Angka ini lebih rendah dari kematian akibat flu burung yang mencapai 80%. “Makanya segera dirikan dan aktifkan desa-desa siaga diseluruh Indonesia. Rakyat dan pemerintah harus bergandengan tangan untuk menghadapi ancaman pandemi ini,” tegasnya berkali-kali pada berbagai media massa.
 

Garis Kebijakan Umum
MENJADI SATU MEMBELA BANGSA !

Untuk menjawab Situasi Kesehatan Nasional yang saat ini maka perlulah kiranya Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) mengambil sikap tegas dalam Garis Kebijakan Umum untuk menghadapi berbagai persoalan kesehatan dalam kerja-kerja mendatang.


1. Sebagai lembaga rakyat, DKR dituntut konsisten pada garis kepentingan rakyat dan menentang semua anasir anti rakyat. Tentu saja kepentingan rakyat yang mendesak saat ini adalah keamanan yang menyangkut kesehatan rakyat dari pandemi global flu babi dan ancaman pandemi flu burung. Rakyat sebagai mempunyai kewajiban untuk mempertahankan lingkungannya dari bencana penyakit tersebut, Negara mempunyai kewajiban memfasilitasi kebutuhan rakyat.

2. DKR menolak keberadaan Namru 2 karena tidak hanya digunakan sebagai instalasi kesehatan melainkan melakukan kegiatan intelejen dibidang kesehatan diwilayah hukum Indonesia. 

3. Untuk memastikan kesehatan rakyat maka DKR harus konsisten hanya mengakui program Jamkesmas sebagai satu-satu program yang berlandaskan pada hukum nasional. Bentuk-bentuk lainnya adalah melanggar hukum

4. DKR juga mendukung agar RUU RS segera disahkan oleh DPR, agar pemerintah bisa mengawasi secara aktif semua rumah sakit di Indonesia dan mengontrol muculnya rumah-rumah sakit asing di dalam negeri. 

5. DKR juga mendukung program kontrol harga obat dan perijinannya, agar dapat melindungi rakyat dan mendorong berdirinya industri dalam negeri.

6. DKR mengajak semua pihak untuk bekerja sama untuk melakukan advokasi pasien miskin berjamkesmas atau yang tidak. DKR meminta rumah-rumah sakit, dinas kesehatan, pemerintah daerah agar ikut membantu pelayanan kesehatan rakyat miskin. Di pihak lain DKR juga tidak akan mendiamkan semua usaha anti rakyat yang masih sering dilakukan oleh beberapa rumah sakit dan pemerintah setempat. Semua rumah sakit yang menolak dan melanggar ketentuan menteri kesehatan dan undang-undang di atasnya akan berhadapan dengan hukum. 

7. Namun demikian DKR memperjuangkan pembebasan biaya di kelas III untuk seluruh rakyat Indonesia .

8. DKR mendukung semua upaya perlindungan rakyat konsumen dari makanan dan obat-obatan yang berbahaya.

9. Pemerintah dan rakyat harus bersatu menghadapi bencana alam dan penyakit yang ada saat ini, dengan cara mempercepat pendirian dan pengaktifan desa-desa siaga di seluruh wilayah Indonesia. Semua upaya yang menghalanginya akan berhadapan dengan hukum.

10. Merealisasikan apotik-apotik rakyat dan obat seribu di desa-desa siaga

11. Kembali menghidupkan gerakan minum susu di sekolah-sekolah untuk memerangi gizi buruk.

12. Menentang semua otonomi daerah yang merugikan rakyat secara keseluruhan. Sudah saatnya sektor kesehatan disentralisasikan kembali

13. Mendorong berdirinya dewan-dewan di sektor lain

14. Mengajak kaum prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk terlibat dalam percepatan pembangunan desa-desa siaga diseluruh Indonesia. 



 
Progam Nasional Mendesak
DIRIKAN DAN AKTIFKAN SEMUA DESA SIAGA !


1. Mendirikan dan mengaktifkan semua desa menjadi desa siaga untuk menghadapi pandemi Flu Babi dan Flu burung dan penyakit lainnya.

2. Memperjuangkan Pembebasan Biaya di Kelas 3 bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Mendorong pengesahan RUU Rumah Sakit menjadi undang-undang dan pelaksanaannya secara konsisten.

4. Menentang semua operasi negara asing yang dilakukan secara diam-diam di wilayah Indonesia. 

5. Membangun sistim kerjasama yang lebih efektif dengan departemen kesehatan, dinas kesehatan daerah, rumah sakit dan puskesmas. 

6. Mendirikan Pos-pos Pengawasan di setiap rumah sakit 

7. Mendorong percepatan program Save Papua agar ada perbaikan kesehatan rakyat papua. 

8. Untuk memerangangi gizi buruk maka perlu menghidupkan gerakan Minum Susu Kembali Di sekolah-sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar 

  


Tidak ada komentar: